Epilepsi merupakan salah satu penyakit tertua yang tercatat dalam buku-buku kedokteran, meskipun demikian, masih banyak masalah dalam penanganannya, antara lain dalam pemilihan obat antiepilepsi yang tepat dengan efek samping yang minimal.
Epilepsi sebenarnya merupakan gejala klinis yang disebabkan oleh cetusan/aktivitas listrik sekilas yang abnormal dan berlebihan dari sel-sel saraf. Cetusan abnormal tersebut dapat melibatkan sebagian otak saja (menimbulkan serangan parsial/fokal) atau mengenai daerah yang lebih luas di kedua hemisfer (menimbulkan serangan umum).
Tanpa melihat penyebabnya, gejala/tanda klinis serangan epilepsi tergantung dari lokasi cetusan abnormal tersebut; dan mengingat otak tersusun atas daerah-daerah dengan fungsi berlainan, maka bentuk klinis serangan epilepsi dapat berbeda pula.
Epilepsi terkadang disebut juga ayan atau sawan, berasal dari bahasa Yunani (Epilepsia) yang berarti 'serangan'. Perlu diketahui, epilepsi tidak menular, bukan penyakit keturunan, dan tidak identik dengan orang yang mengalami ketebelakangan mental. Bahkan, banyak penderita epilepsi yang menderita epilepsi tanpa diketahui penyebabnya.
Epilepsi sebenarnya merupakan gejala klinis yang disebabkan oleh cetusan/aktivitas listrik sekilas yang abnormal dan berlebihan dari sel-sel saraf. Cetusan abnormal tersebut dapat melibatkan sebagian otak saja (menimbulkan serangan parsial/fokal) atau mengenai daerah yang lebih luas di kedua hemisfer (menimbulkan serangan umum). Tanpa melihat penyebabnya, gejala/tanda klinis serangan epilepsi tergantung dari lokasi cetusan abnormal tersebut; dan mengingat otak tersusun atas daerah-daerah dengan fungsi berlainan, maka bentuk klinis serangan epilepsi dapat berbeda pula.
Epilepsi merupakan salah satu penyakit neurologis yang utama. Epilepsi sering dihubungkan dengan disabilitas fisik, disabilitas mental, dan konsekuensi psikososial yang berat bagi penyandangnya (pendidikan yang rendah, pengangguran yang tinggi, stigma sosial, rasa rendah diri, kecenderungan tidak menikah bagi penyandangnya). Sebagian besar kasus epilepsi dimulai pada masa anak-anak
. Pada tahun 2000, diperkirakan penyandang epilepsi di seluruh dunia berjumlah 50 juta orang, 37 juta orang diantaranya adalah epilepsi primer, dan 80% tinggal di negara
Berkembang. Laporan WHO (2001) memperkirakan bahwa rata-rata terdapat 8,2 orang penyandang epilepsi aktif di antara 1000 orang penduduk, dengan angka insidensi 50 per 100.000 penduduk. Angka prevalensi dan insidensi diperkirakan lebih tinggi di negara-negara berkembang.
Epilepsi dihubungkan dengan angka cedera yang tinggi, angka kematian yang tinggi, stigma sosial yang buruk, ketakutan, kecemasan, gangguan kognitif, dan gangguan psikiatrik. Pada penyandang usia anak-anak dan remaja, permasalahan yang terkait dengan epilepsi menjadi lebih kompleks. Penyandang epilepsi pada masa anak dan remaja dihadapkan pada masalah keterbatasan interaksi sosial dan kesulitan dalam mengikuti pendidikan formal. Mereka memiliki risiko lebih besar terhadap terjadinya kecelakaan dan kematian yang berhubungan dengan epilepsy.
Epilepsy (Yun = serangan) atau sawan/penyakit ayan adalah suatu gangguan saraf yang timbul secara tiba-tiba dan berkala, biasanya dengan perubahan kesadaran. Penyebabnya adalah aksi serentak dan mendadak dari sekelompok besar sel-sel saraf di otak. Aksi ini disertai pelepasan muatan listrik yang berlebihan dari neuron-neuron tersebut. Lazimnya, pelepasan muatan listrik ini terjadi secara teratur dan terbatas dalam kelompok-kelompok kecil, yang memberikan ritme normal pada elektroencefalogram (EEG). Serangan ini kadangkala bergejala ringan dan (hampir) tidak kentara (Tjay, 2002, hal 391).
Epilepsi adalah nama umum untuk untuk sekelompok gangguan atau penyakit susunan saraf pusat yang timbul spontan dengan episode singkat (disebut bangkitan atau seizure); dengan gejala utama kesadaran menurun sampai hilang. Bangkitan ini biasanya disertai kejang (konvulsi), hiperaktivitas otonomik, gangguan sensorik atau psikik dan selalu disertai gambaran letupan EEG abnormal dan eksesif. Berdasarkan gambaran EEG, epilepsy dapat dinamakan disritmia serebral yang bersifat paroksismal.
Bangkitan epilepsi merupakan fenomena klinis yang berkaitan dengan letupan listrik atau depolarisasi abnormal dan eksesif, terjadi di suatu focus dalam otak yang menyebabkan bangkitan paroksismal. Fokus ini merupakan neuron epileptic yang sensitive terhadap rangsang disebut neuron epileptic. Neuron inilah yang menjadi sumber bangkitan epilepsi (Ganiswarna, 1995, hal 163).
Epilepsi yang sukar untuk mengendalikan secara medis atau pharmacoresistant , sebab mayoritas pasien dengan epilepsi adalah bersifat menentang, kebanyakan yang sering terserang terlebih dahulu yaitu bagian kepala. Obat yang bias menenangkan antiepileptik yang standar. Berkaitan dengan biomolekular basis kompleksnya. Sakit kepala yang menyerang sukar sekali untuk diperlakukan secara pharmakologis, walaupun obat antiepileptic sudah secara optimal diberikan,sekitar 30-40% tentang penderita epilepsi yang terjangkit, biasanya pasien melakukan operasi pembedahan untuk menghilangkan rasa sakit sementara. Akan tetapi gejala epilepsi akan timbul sesekali, karena epilepsi sukar untuk dihilangkan rasa sakit kepala yang menyerang (Machfoed, and Muttaqein, 2004).
Setiap orang punya resiko satu di dalam 50 untuk mendapat epilepsi. Pengguna narkotik dan peminum alkohol punya resiko lebih tinggi. Pengguna narkotik mungkin mendapat seizure pertama karena menggunakan narkotik, tapi selanjutnya mungkin akan terus mendapat seizure walaupun sudah lepas dari narkotik. Di Inggris, satu orang diantara 131 orang mengidap epilepsi. Jadi setidaknya 456000 pengidap epilepsi di Inggris (Hicks, 2006).
Epilepsi dapat menyerang anak-anak, orang dewasa, para orang tua bahkan bayi yang baru lahir. Angka kejadian epilepsi pada pria lebih tinggi dibandingkan pada wanita, yaitu 1-3% penduduk akan menderita epilepsi seumur hidup. Di Amerika Serikat, satu di antara 100 populasi (1%) penduduk terserang epilepsi, dan kurang lebih 2,5 juta di antaranya telah menjalani pengobatan pada lima tahun terakhir. Menurut World Health Organization (WHO) sekira 50 juta penduduk di seluruh dunia mengidap epilepsi (2004 Epilepsy.com) (Persatuan Epilepsi Malaysia, 2007).
EPIDEMIOLOGI
Pada dasarnya setiap orang dapat mengalami epilepsi. Setiap orang memiliki otak dengan ambang bangkitan masing-masing apakah lebih tahan atau kurang tahan terhadap munculnya bangkitan. Selain itu penyebab epilepsi cukup beragam: cedera otak, keracunan, stroke, infeksi, infestasi parasit, tumor otak. Epilepsi dapat terjadi pada laki-laki maupun perempuan, umur berapa saja, dan ras apa saja. Jumlah penderita epilepsi meliputi 1-2% dari populasi. Secara umum diperoleh gambaran bahwa insidensi epilepsi menunjukan pola bimodal: puncak insidensi terdapat pada golongan anak dan usia lanjut (Harsono, 2007).
ETIOLOGI
Faktor etiologi berpengaruh terhadap penentuan prognosis. Penyebab utama, ialah epilepsi idopatik, remote symptomatic epilepsy (RSE), epilepsi simtomatik akut, dan epilepsi pada anak-anak yang didasari oleh kerusakan otak pada saat peri- atau antenatal. Dalam klasifikasi tersebut ada dua jenis epilepsi menonjol, ialah epilepsi idiopatik dan RSE. Dari kedua tersebut terdapat banyak etiologi dan sindrom yang berbeda, masing-masing dengan prognosis yang baik dan yang buruk(Harsono, 2007).
Epilepsi simtomatik yang didasari oleh kerusakan jaringan otak yang tampak jelas pada CT scan atau magnetic resonance imaging (MRI) maupun kerusakan otak yang tak jelas tetapi dilatarbelakangi oleh masalah antenatal atau perinatal dengan defisit neurologik yang jelas. Sementara itu, dipandang dari kemungkinan terjadinya bangkitan ulang pasca-awitan, definisi neurologik dalam kaitannya dengan umur saat awitan mempunyai nilai prediksi sebagai berikut:
· Apabila pada saat lahir telah terjadi defisit neurologik maka dalam waktu 12 bulan pertama seluruh kasus akan mengalami bangkitan ulang,
· Apabila defisit neurologik terjadi pada saat pascalahir maka resiko terjadinya bangkitan ulang adalah 75% pada 12 bulan pertama dan 85% dalam 36 bulan pertama. Kecuali itu, bangkitan pertama yang terjadi pada saat terkena gangguan otak akut akan mempunyai resiko 40% dalam 12 bulan pertama dan 36 bulan pertama untuk terjadinya bangkitan ulang. Secara keseluruhan resiko untuk terjadinya bangkitan ulang tidak konstan. Sebagian besar kasus menunjukan bangkitan ulang dalam waktu 6 bulan pertama (Harsono, 2007).
Ada beberapa jenis epilepsy dan yang paling lazim adalah bentuk grand mal, petit mal, dan temporal (Tjay, 2002, hal 392).
1. Grand mal (Perancis = penyakit besar), atau serangan tonis klonis ‘generalized’. [Yun . tonos = tegang, tonis = kontraksi otot otonom yang bertahan lama, klonos = gerakan liar hebat, klonis = kontraksi ritmis].
Bercirikan kejang kaku bersama kejutan-kejutan ritmis dari anggota badan dan hilangnya kesadaran untuk sementara. Pada umumnya, serangan demikian diawali oleh suatu perasaan alamat khusus. Aura ini kemudian disusul dengan hilangnya kesadaran dan penderita terjatuh karena otot-ototnya berkontraksi dan kejabg hebat, yang berlangsung kira-kira 1 menit. Penderita kadang-kadang menggigit lidahnya sendiri dan juga dapat terjadi inkontinensia urin atau feces. Setelah itu timbul hentakan-hentakan klonis, yakni gerakan ritmis dari kaki-tangan secara tak sadar, jeritan, mulut berbusa, mata membelalak dan gejala lainnya. Lamanya serangan berkisar antara 1 dan 2 menit dan disusul dengan keadaan pingsan, juga selama beberapa menit dan kemudian sadar kembali dengan perasaan kacau dan depresi.
Bila serangan demikian terjadi waktu sedang tidur, maka disertai inkontinensi urin atau timbulnya kecendrungan melukai diri pada waktu fase klonis.
2. Petit mal (Perancis = penyakit kecil) atau absence (Perancis = tak hadir). Bercirikan serangan yang hanya singkat sekali, antara beberapa detik sampai setengah menit dengan penurunan kesadaran ringan tanpa kejang-kejang. Seperti grand mal, petit mal juga bersifat serangan luas di seluruh otak. Gejalanya berupa keadaan termangu-mangu (pikiran kosong; kehilangan respons sesaat), muka pucat, pembicaraan terpotong-potong atau mendadak berhenti bergerak, terutama pada anak-anak. Setelah serangan, anak kemudian melanjutkan aktivitasnya seolah-olah tidak terjadi apa-apa. Bila serangan singkat tersebut berlangsung berturut-turut dengan cepat, maka dapat timbul suatu status epilepticus. Serangan petit mal pada anak-anak dapat berkembang menjadi grand mal pada usia pubertas.
3. Temporal atau psikomotor. Pada serangan parsial ini, kesadaran menurun hanya untuk sebagian tanpa hilangnya ingatan. Penderita memperlihatkan kelakuan otomatis (tak sengaja) tertentu seperti gerakan menelan atau berjalan dalam lingkaran.
PATOLOGI
Sistem saraf merupakan communication network (jaringan komunikasi). Otak berkomunikasi dengan organ-organ tubuh yang lain melalui sel-sel saraf (neuron). Pada kondisi normal, impuls saraf dari otak secara elektrik akan dibawa neurotransmitter seperti GABA (gamma- aminobutiric acid) dan glutamat melalui sel-sel saraf (neuron) ke organ-organ tubuh yang lain. Faktor-faktor penyebab epilepsi di atas menggangu sistem ini, sehingga menyebabkan ketidakseimbangan aliran listrik pada sel saraf dan menimbulkan kejang yang merupakan salah satu ciri epilepsi (Sidharta, Priguna M.D.,Ph. D.1999).
Faktor mencetus epilepsi (Rashid, 2007) :
· Tekanan,
· Kurang tidur atau rehat,
· Sensitif pada cahaya yang terang (photo sensitive),dan
· Minum minuman keras
DIAGNOSIS EPILEPSI
Evaluasi penderita dengan gejala yang bersifat paroksismal, terutama dengan faktor penyebab yang tidak diketahui, memerlukan pengetahuan dan keterampilan khusus untuk dapat menggali dan menemukan data yang relevan. Diagnosis epilepsi didasarkan atas anamnesis dan pemeriksaan klinik dikombinasikan dengan hasil pemeriksaan EEG dan radiologis.penderita atau orang tuanya perlu diminta keterangannya tentang riwayat adanya epilepsi dikeluarganya. Kemudian dilanjutkan dengan beberapa pemeriksaan antara lain (Harsono, 2007) :
· Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan ini menapis sebab-sebab terjadinya bangkitan dengan menggunakan umur dan riwayat penyakit sebagai pegangan. Pada usia lanjut auskultasi didaerah leher penting untuk menditeksi penyakit vaskular. Pada anak-anak, dilihat dari pertumbuhan yang lambat, adenoma sebasea (tuberous sclerosis), dan organomegali (srorage disease).
· Elektro-ensefalogram
Pada epilepsi pola EEG dapat membantu untuk menentukan jenis dan lokasi bangkitan. Gelombang epileptiform berasal dari cetusan paroksismal yang bersumber pada sekelompok neuron yang mengalami depolarisasi secara sinkron. Gambaran epileptiform anatarcetusan yang terekam EEG muncul dan berhenti secara mendadak, sering kali dengan morfologi yang khas.
· Pemeriksaan pencitraan otak
MRI bertujuan untuk melihat struktur otak dan melengkapi data EEG. Yang bermanfaat untuk membandingkan hipokampus kanan dan kiri. Disamping itu juga dapat mengidentifikasi kelainan pertumbuhan otak, tumor yang berukuran kecil, malformasi vaskular tertentu, dan penyakit demielinisasi.
DIAGNOSIS BANDING (Harsono, 2007)
· Kejadian paroksismal
Diagnosis banding untuk kejadian yang bersifat paroksismal meliputi sinkrop, migren, TIA (TransientIschaemic Attack),paralisis periodik,gangguan gastrointestinal, gangguan gerak dan breath holding spells. Diagnosis ini bersifat mendasar.
· Epilepsi parsial sederhana
Diagnosis ini meliputi TIA, migren, hiperventilasi, tics, mioklonus, dan spasmus hemifasialis. TIA dapat muncul dengan gejala sensorik yang dibedakan dengan epilepsi parsial sederhana. Keduanya paroksimal, bangkitan dapat berupa kehilangan pandangan sejenak, dan mengalami penderita lanjut usia.
· Epilepsi parsial kompleks
Diagnosis banding ini berkaitan dengan tingkat kehilangan kesadaran, mulai dari drop attacks sampai dengan pola prilaku yang rumit.secara umum diagnosis ini meliputi sinkrop, migren, gangguan tidur, bangkitan non epileptik, narkolepsi, gangguan metabolik dan transient global amnesia.
MEKANISME KERJA
Terdapat 2 mekanisme antikonvulsi yang penting yaitu : (1). Dengan mencegah timbulnya letupan depolarisasi eksesif pada neuron epileptic dalam focus epilepsi; (2) dengan mencegah terjadinya letupan depolarisasi pada neuron normal akibat pengaruh dari focus epilepsy.
Mekanisme kerja antiepilepsi hanya sedikit yang dimengerti secara baik. Berbagai obat antiepilepsi diketahui mempengaruhi berbagai fungsi neurofisiologik otak, terutama yang mempengaruhi system inhibisi yang melibatkan GABA dalam mekanisme kerja berbagai antiepilepsi (Ganiswarna, 1995, hal 164).
Cara kerja antiepileptika belum semuanya jelas. Namun, dari sejumlah obat terdapat indikasi mengenai mekanisme kerjanya, yaitu (Tjay, 2002, hal 394-395) :
§ Meningkatkan ambang-serangan dengan jalan menstabilkan membrane sel, antara lain asetazolamida dan felbamat.
§ Mencegah timbulnya pelepasan muatan listrik abnormal di pangkalnya (fokus) dalam SSP, misalnya fenobarbital dan klonazepam.
§ Menghindari penjalaran hiperaktivitas (muatan listrik) tersebut pada neuron otak lainnya, seperti klonazepam dan fenitoin.
§ Memperkuat efek GABA : valproat dan vigabatrin, yang bersifat menghambat perombakan GABA oleh transaminase, sehingga kadarnya meningkat.
§ Mengurangi neurotransmisi glutamate : lamotrigin dan topiramat. Glutamat adalah suatu neurotransmitter lain, yang dapat turut menimbulkan serangan epilepsi. Pembebasannya dari asam amino ini dapat dicegah oleh lamotrigin.
TINDAKAN DARURAT
Pada waktu serangan, hendaknya diusahakan jangan sampai penderita melukai dirinya sendiri, misalnya menggigit lidah. Agar diperhatikan pula bahwa saluran pernapasannya bebas dan tidak tersumbat.
Bila ada kecurigaan mengenai hipoglikemia, yang juga dapat memicu konvulsi, kadar gula darahnya harus diperiksa dan bila perlu harus diberikan glukosa secara intravena (Tjay, 2002, hal 393).
PENANGANAN
Serangan epilepsy dapat merusak sel-sel otak, terutama serangan grand mal, dan menjadi suatu beban social dan psikologis bagi penderita. Oleh karena itu, perlu sekali diobati dengan tujuan utama untuk profilakse timbulnya kejang atau mengurangi sebanyak mungkin jumlah serangan tanpa mengganggu fungsi normal tubuh. Dengan pengobatan dan dosis yang tepat, serangan epilepsy dapat ditekan, yakni frekuensinya dikurangi pada 70-80 % penderita. Akan tetapi, pada umumnya penyembuhan tuntas sukar dicapai.
Sebagai tindakan utama diusahakan untuk meniadakan penyebab penyakit tersebut (misalnya tumor otak) dan menjauhkan factor yang dapat memicu serangan (alcohol, stress, keletihan, demam, imunisasi, gejolak emosi). Kemudian, terapi baru dilanjutkan dengan antiepileptika (Tjay, 2002, hal 393).
EFEK SAMPING
Efek samping yang paling sering timbul berupa nausea, turunnya berat badan, rontok rambut, hirsutisme, kelainan psikis, darah dan hati. Kebanyakan antiepileptika mempengaruhi system endokrin, misalnya metabolisme vitamin D, dengan akibat penurunan kadar kalsium dan fosfat dalam darah. Oleh karena itu, penderita yang menggunakan antiepileptika untuk jangka waktu lama, perlu secara tertentu diperiksa kadar kalsium dan fosfatnya (Tjay, 2002, hal 395-396).
INTERAKSI
Beberapa antiepileptika menyebabkan (auto)induksi dari enzim hati (system-oksidasi P450), seperti fenitoin, fenobarbital, primidon, dan karbamazepin. Oleh karena itu, obat-obat ini dapat saling menurunkan kadarnya dalam darah dengan peningkatan eksresinya. Kadar dari antikonseptiva, antikoagulansia, zat-zat steroida, dan asetosal diturunkan. Induksi enzim ini telah menimbulkan kehamilan pada wanita yang menggunakan pil antihamil. Valproat mampu meningkatkan kadar fenobarb dengan kuat, sedangkan efek valproat dikurangi oleh fenitoin.
Interaksi ini tidak terjadi pada vigabatrin, karena praktis tidak dimetabolisasikan dan pada okskarbazepin karena dimetabolisasikan oleh enzim-enzim jenis lain di hati. Namun, bisa menstimulasi perombakan pil antihamil yang berisi kurang dari 50 mcg estrogen dengan risiko perdarahan antara dan kehamilan (Tjay, 2002, hal 396).
MANAJEMEN
Setelah diagnosa ditetapkan maka tindakan terapeutik diselenggarakan. Semua orang yang menderita epilepsi, baik yang idiopatik maupun yang non-idiopatik, namun proses patologik yang mendasarinya tidak bersifat progresif aktif seperti tumor serebri, harus mendapat terapi medisinal. Obat pilihan utama untuk pemberantasan serangan epileptik jenis apapun, selain petit mal, adalah luminal atau phenytoin. Untuk menentukan dosis luminal harus diketahui umur penderita, jenis epilepsinya, frekuensi serangan dan bila sudah diobati dokter lain. Dosis obat yang sedang digunakan. Untuk anak-anak dosis luminal ialah 3-5 mg/kg/BB/hari, sedangkan orang dewasa tidak memerlukan dosis sebanyak itu. Orang dewasa memerlukan 60 sampai 120 mg/hari. Dosis phenytoin (Dilatin, Parke Davis) untuk anak-anak ialah 5 mg/kg/BB/hari dan untuk orang dewasa 5-15 mg/kg/BB/hari. Efek phenytoin 5 mg/kg/BB/hari (kira-kira 300 mg sehari) baru terlihat dalam lima hari. Maka bila efek langsung hendak dicapai dosis 15 mg/kg/BB/hari (kira-kira 800 mg/hari) harus dipergunakan (Sidharta, Priguna M.D.,Ph. D.1999).
Efek antikonvulsan dapat dinilai pada ‘follow up’. Penderita dengan frekuensi serangan umum 3 kali seminggu jauh lebih mudah diobati dibanding dengan penderita yang mempunyai frekuensi 3 kali setahun. Pada kunjungan ‘follow up’ dapat dilaporkan hasil yang baik, yang buruk atau yang tidak dapat dinilai baik atau buruk oleh karena frekuensi serangan sebelum dan sewaktu menjalani terapi baru masih kira-kira sama. Bila frekuensinya berkurang secara banding, dosis yang sedang dipergunakan perlu dinaikan sedikit. Bila frekuensinay tetap, tetapi serangan epileptik dinilai oleh orangtua penderita atau penderita epileptik Jackson motorik/sensorik/’march’ sebagai ‘enteng’ atau ‘jauh lebih ringan’, maka dosis yang digunakan dapat dilanjutkan atau ditambah sedikit. Jika hasilnya buruk, dosis harus dinaikan atau ditambah dengan antikonvulsan lain (Sidharta, Priguna M.D.,Ph. D.1999).
TERAPI PENGOBATAN EPILEPSI :
Obat pertama yang paling lazim dipergunakan:
(seperti: sodium valporat, Phenobarbital dan phenytoin)
· Ini adalah anjuran bagi penderita epilepsi yang baru,
· Obat-obat ini akan memberi efek samping seperti gusi bengkak, pusing, jerawat dan badan berbulu (Hirsutisma), bengkak biji kelenjardan osteomalakia (The National Society for Epilepsi, 2007).
Obat kedua yang lazim digunakan:
(seperti: lamotrigin, tiagabin, dan gabapetin)
· Jika tidak terdapat perubahan kepala penderita setelah mengunakan obat pertama, obatnya akan di tambah dengan dengan obatan kedua.
· Lamotrigin telah diluluskan sebagai obat pertama di Malaysia.
· Obat baru yang diperkenalkan tidak dimiliki efek samping, terutama dalam hal kecacatan sewaktu kelahiran (The National Society for Epilepsi, 2007).
Obat-Obat Epilepsi :
1. Fenobarbital
Merupakan obat antiepilepsi pertama yang telah diketahui manfaatnya sejak tahuñ 1912. Efek antikonvulsinya diduga berdasarkan kemampuannya untuk mempotensiasi jaras penghambat, secara klinis terbukti meningkatkan ambang kejang dan membatasi penyebaran aktivitas listrik saat rangsang kejang.
Pada penggunaan oral, penyerapan berlangsung lambat tetapi sempurna; kadar puncak plasma dicapai setelah beberapa jam. 40%60% terikat dengan protein. Kira-kira 25% dikeluar kan melalui ginjal dalam bentuk tetap, sisanya dimetabolisme oleh sistim mikrosomal hepar.
Obat ini bersifat enzyme inducer sehingga dapat memper cepat metabolisme hepatik obat lain; suatu sifat yang perlu dihatikan bila digunakan bersama obat lain karena akan mengurangi efektivitas obat tersebut.
Waktu paruh plasma berkisar antara 90 jam pada dewasa, sedangkan pada anak lebih bervariasi, tetapi umumnya lebih singkat. Dapat diberikan sekali sehari bila kadar teraupetik plasmanya telah tercapai.
Kadar terapeutik plasma berkisar antara 1025 ug/ml, sedangkan untuk pencegahan kejang demam diperlukan kadar minimum 15 ug/ml. gejala toksik berupa sedasi berlebihan timbul bila kadarnya > 60 ug/ml.
Dosis umum untuk dewasa berkisar 15 mg/kgbb/hari, sedangkan untuk anak 36 mg/kgbb/hari dibagi dua dosis. Mengingat waktu paruhnya yang panjang, diperlukan waktu beberapa minggu untuk mencapai efek klinis yang diharapkan; tenggang waktu ini dapat dipersingkat dengan jalan memberikan dosis ganda di awal pengobatan.
Fenobarbital efektif untuk kejang tonik klonik umum dan kejang fokal; juga digunakan untuk profilaksis kejang demam. Sampai saat ini masih banyak digunakan karena harganya murah, meskipun kadang-kadang dijumpai efek samping yang mengganggu, terutama bila digunakan oleh anak-anak.
Efek samping yang paling sering ditemukan ialah sedasi, terutama di awal pengobatan; umum nya berangsur-angsur menghilang bila pengobatan dilanjutkan. Efek samping yang lebih mengganggu ialah hiperaktivitas dan iritabilitas pada anak dan menurut suatu penelitian, juga menyebabkan rendahnya IQ rata-rata 8,4 angka lebih rendah pada penggunaan selama 2 tahun.
Fenobarbital tersedia dalam bentuk tablet 30 mg., 50 mg dan 50 mg/ml 100 mg. serta preparat injeksi 25 mg/ml
2. Fenitoin/Difenilhidantoin
Fenitoin telah diperkenalkan sebagai obat antiepilepsi sejak 1938, merupakan hasil riset yang khusus mencari obat antiepilepsiObat ini menekan penyebaran lepas muatan listrik dan fokus epileptik ke korteks normal di sekitarnya; efek ini diduga karena fenitoin mengurangi kadar natrium intraseluler sehingga mengurangi iritabilitas neuron bersangkutan terutama di sel-sel piramidal dan sel-sel neuron perantara.
Obat ini efektifdan banyak digunakan untuk epilepsi umum, terutama jenis tonik-klonik, juga untuk jenis fokal dan psikomotor, tetapi tidak efektif untuk jenis lena atau untuk kejang demam.
Pada pemberian per oral, diserap di traktus gastrointestinal dan dimetabolisme di hati; waktu paruhnya 22 jam pada pemberian per oral dan 1015 jam bila diberikan intravena. Konsentrasi maksimal tercapai dalam 424 jam dan keadaan mantap tercapai setelah 710 hari. Ekskresinya terutama dalam bentuk termetabolisme melalui urine, hanya <5% yang diekskresi dalam bentuk utuh.
Obat ini diketahui mempunyai sifat farmakokinetik yang sulit karena adanya sifat kejenuhan atau kemampuan maksimum hepar untuk memetabolisme obat ini sehingga perubahan dosis yang melampaui batas maksimum akan sangat menaikkan kadarnya dalam plasma. Bila efek terapeutiknya belum memuaskan, dianjurkan untuk mengukur kadarnya dalam plasma; bila <8 mg/l (20 umol/l) dosis ditambah 100 mg., bila kadarnya 812 mg/I (2060 umol/I) dosis ditambah 50 mg., sedangkan bila adarnya> 12 mg/l (60 umol/l) cukup dengan penambahan 25 mg.
Dosis umumnya 47 mg/kgbb/hari dibagi dalam tiga dosis; terutama efektif untuk jenis tonik klonik umum atau fokal, dan jenis parsial kompleks. Bila dengan dosis 500600 mg/hari masih belum memuaskan, pengobatan harus dinilai kembali, baik melalui pengukuran kadar plasma atau dikombinasi dengan obat antiepilepsi lain. Kadar plasma yang diinginkan ialah antara 1020 ug/ml. Dewasa ini telah tersedia preparat fenitoin parenteral yang dapat digunakan pada status konvulsivus dengan dosis 510 mg/kgbb. intravena secara perlahan dalam 510 menit.
Efek samping yang tergantung dosis berupa nistagmus yang muncul pada kadar plasma 20 ug/ml(80 mmol/I), ataksia pada kadar plasma 30 ug/ml dan sedasi pada kadar plasma 40 ug/ml. Pada anak-anak dapat berupa lesu, tidak nafsu makan dan gerakan-gerakan tidak stabil. Manifestasi alergi berupa ruam kulit dapatmuncul 1014 hari setelah pengobatan dimulai, juga dapatmenyebabkan sindrom Steven-Johnson. Hiperplasi gingiva dan hipertnikosis merupakan efek samping yang tidak tergantung dosis; dijumpai terutama pada anak-anak setelah 23 bulan pengobatan. Fenitoin juga pernah dilaporkan meningkatkan kejadian labio/palatoschizis pada bayi yang ibunya menggunakan obat tersebut.
Fenitoin tersedia dalam bentuk kapsul/tablet 50 mg., 100mg. dan preparat per enteral 100 mg/2 ml. (Phenytoin®, Dilantin®).
3. Karbamazepin
Obat ini telah digunakan sebagai obat antiepilepsi sejak 1974, merupakan senyawa iminostilbene.
Terutama efektif untuk epilepsi psikomotor, meskipun juga bermanfaat untukjenis tonik-klonik umum atau fokal motorik. Tidak efektif untukjenis lena dan jenis mioklonik Obat ini tidak menimbulkan sedasi dan dilaporkan membenikan efek psikotropik berupa meningkatnya inisiatif dan perbaikan tingkah laku; selain itu juga diduga mempunyai efek antidepresi karena struktur kimianya yang mirip imipramin.
Aktivitas antikonvulsinya mirip dengan fenitoin; pada dosis terapeutik mampu menghambat aktivitas fokal yang dibangkikan oleh rangsĂ ng kimia ataupun elektrik dalam laboratorium. Mekanisme kerjanya secara pasti belum diketahui.
Karbamazepin diserap dengan cepat setelah penggunaan peroral, kadar puncak plasma tercapai dalam26 jam; waktu paruh nya dalam penggunaan jangka lama berkisar antara 1317 jam; dalam darah 80% terikat dengan protein. Obat ini dimetabolisme menjadi 10,11-epoksid yang juga mempunyai aktivitas antikonvulsan. Karena merangsang metabolisme hepar, obat ini dapat memperpendek waktu paruh obat (antiepilepsi) lain yang diberikan bersamaan.
Obat ini juga bermanfaat untuk mengatasi neuralgia trigeminal. Dosis umumnya berkisan antara 6001200 mg/hari untuk dewasa dan 2030 mg/kgbb/hari untuk anak-anak, dibagi 23 dosis Dimulai dari dosis rendah untuk menghindani efek samping dan dinaikkan setiap 46 minggu sampai tercapai dosis optimal. Kadar plasma yang efektif berkisar 68 ug/ml, efek samping mulai muncul pada kadar plasma 8,510 ug/ml.
Efek samping yang mungkin dijumpai berupa diplopi, pandangan kabur, mengantuk, pusing, muntah, mual dan ataksia selain itu pernah dilaporkan menyebabkan depresi sumsum tulang yang fatal,ikterus dan sindrom Steven-Johnson. Ada yang menganjurkan pemeriksaan darah berkalapadapenggunaan karbamazepin yang terus menerus. Karbamazepin tersedia dalam bentuk tablet 100 mg., 200mg, tablet controlled release 200 mg dan sirup 100 mg/5 ml, (Tegretol®, sediaan generik).
4. Asam Valproat
Efek antiepilepsinya ditemukan secara kebetulan ketika zat ini digunakan sebagai pelarutlpencampur zat lain yang sedang diuji efek antiepilepsinya. Mekanisme kerjanya belum diketahui dengan pasti, diduga melalui inhibisi enzim GABA transaminase sehingga menyebabkan peningkatan konsentrasi GABA di celah sinap, atau melalui penghambatan re-uptake GABA di celah sinap.
Asam vaiproat diserap dengan cepat dan sempurna pada pemberian oral, kadarpuncak plasma dicapai dalam 14jam, bila ditelan bersama makanan akan terlambat sampai beberapa jam. Waktu paruhnya berkisar 15 jam. Dalam tubuh sebagian besar (8094%) terikat protein plasma.
Obat ini terutama efektif untuk serangan lena, juga dapat digunakan untuk serangan miokionik atau tonik-klonik, tetapi kurang efektif untuk serangan parsiil.
Efek sampingnya relatif rendah dibandingkan dengan obat antiepilepsi lain, umumnya berupa keluhan gastrointestinal seperti anoreksia, mual, muntah. Efek samping lain ialah tremor, penambahan berat badan, rambut rontok. Efek terhadap susunan saraf berupa sedasi, ataksia dan gangguan koordinasi jarang ditemukan, selain itu dilaporkan tidak mengganggu fungsi kognitif. Terdapat laporan mengenai efek hepatotoksik yang pada beberapa kasus menyebabkan gagal hati dan kematian.
Sediaan asam valproat bersifat higroskopik, dalam bentuk tablet 150 mg. dan 300 mg. (Leptilan®) atau tablet 250 mg, (Depakote®) dan sirup 250 mg/5 ml. (Depakene®).
5. Lamotrigine
Obat ini disintesis sebagai antagonis asam folat berdasarkan asumsi bahwa asam folat merupakan zat perangsang kejang; tetapi ternyata obat ini terutama bekerja menghambat pelepasan asam amino tertentu dan menstabilkan membran neuron rnelalui penghambatan aktivitas ion natrium, yang menyebabkan pengurangan pelepasan asam glutamat ke celah sinap.
Lamotrigin diserap dengan cepat melalui saluran cerna dan bioavailabilitasnya mendekati 100%; terutama dimetabolisme dihati dengan waktu paruh 29 jam sehingga memungkinkan penggunaan/dosis sekali sehari. Ekskresinya terutama melalui urine (70%), dalam bentuk utuh k ang dari 10%. Waktu paruh dapat lebih singkal pada anak-ana atau orangtua.
Penggunaannya pada pasien-pasien epilepsi yang resisten terhadap pengobatan sebelumnya menunjukkan efektivitas terutama pada jenis tonik klonik umum dan parsial; respon yang baikjuga didapatkan pada kasus-kasus atonik atau jenis lena. Dikalangan anak-anak kelihatannya bermanfaat pada sindrom Lennox-Gastaut.
Obat ini diketahui berinteraksi dengan obat antiepilepsi lain; bila digunakan bersama karbamazepin, fenitoin atau fenobarbital waktu paruhnya dipersingkat menjadi hanya rata-rata 15 jam; sebaliknya kombinasi dengan asam valproat memperpanjang waktu paruh menjadi rata-rata 60 jam. Oleh karena itu diperlukan penyesuaian dosis
Dosis awal yang dianjurkan sebagai pengobatan tambahan pada epilepsi parsiil yang resisten adalah 2 dd 25 mg/hari, dinaikkan sampai 2 dd 50 mg/hari dalam 23 minggu; bila dikombinasi dengan asam valproat, dosis awalnya25 mg. selang sehari, dinaikkan sampai 25 mg/hari. Dosis pemeliharaan biasanya berkisar 100200 mg dua kali sehari, meskipun dapat digunakan sampai 600700 mg/hari. Anak-anak dapat mulai dari 2 mg/kgbb/hari dinaikkan sampai 515 mg/kgbb/hari; sedangkan bila dikombinasi dengan asam vaiproat dosisnya 0,51,5 mg/kgbb/hari.
Efek samping lamotrigin berupa ataksia, diplopi, pandangan kabur, mual, muntah; dan studi atas 572 pasien, efek samping tersering ialah rasa pusing (dizziness) 14%, diplopia 14%, mengantuk 13%, nyeri kepala 12%, ataksia 11% dan astenia 10% yang umumnya ringan dan hilang bila dosis diturunkan. Lesi kulit (skin rash) timbul pada 3% pasien, umumnya ringan dan timbul pada awal pengobatan. Obat ini agaknya tidak mempengaruhi fungsi kognitif.
Tersedia dalam bentuk tablet 50 mg dan 100 mg. (Lamictal®).
6. Gabapentin
Obat ini mempunyai struktur mirip GABA; meskipun demikian tidak terikat pada reseptor GABA, bukan agonis GABA ataupun mempengaruhi metabolisme GABA. Efek antikonvulsinya mula-mula diketahui dari percobaan binatang dan sampai saat ini mekanismenya belum diketahui dengan pasti.
Gabapentin mencapai kadar plasma maksimum 23 jam setelah penggunaan per oral dan mencapai kadar steady state setelah 12 hari penggunaan teratur; penyerapannya tidak dipengaruhi makanan. Bioavailabilitasnya mencapai 60% pada dosis 300 mg. Obat ini tidak menginduksi enzim hepar ataupun dimetabolisme, diekskresi 100% melalui ginjal dengan waktu paruh plasma 57 jam, sehingga obat ini harus diberikan tiga kali sehari; tetapi di lain pihak kadar plasmanya tidak dipengaruhi oleh obat lain yang dimetabolisme oleh hepar. Sampai saat ini tidak diketahui berinteraksi atau mempengaruhi obat antiepilepsi lain.
Obat ini telah digunakan sebagai obat tambahan pada epilepsi yang resisten, dimulai dengan dosis 600900 mg/hari; dosis umumnya sebesar 6001800 mg/hari dalam dosis terbagi. Pengurangan frekuensi serangan tercapai bila kadar plasmanya >2 mg/l.
Saat ini diindikasikan untuk pasien dewasa dengan kejang parsiil dengan/tanpa kejang umum sekunder yang tidak terkontrol. Dosis 1200 mg/hari diketahui dapat mengurangi frekuensi serangan > 50 % pada 29% dan 66 pasien, sedangkan studi lain menunjukkan pengurangan frekuensi serangan pada 28% pasien. Penggunaannya sebagai monoterapi berhasil pada 10 dari 20 pasien dengan dosis sampai 1800 mg/hari selama 6 bulan.
Efek samping yang terutama ialah mengantuk (15%), rasa lelah (13%), pusing (7%) dan kenaikan berat badan (5%); tidak jelas apakah berhubungan dengan dosis. Efek samping lain diantaranya ataksia, sedangkan studi perbandingan dengan karbamazepin tidak menunjukkan adanya gangguan neuropsikologi yang bermakna.
Tersedia dalam bentuk kapsul 100 mg, 300mg dan 400 mg. (Neurontin®).
7. Klonazepam
Termasuk golongan benzodiazepin yang disetujui penggunaannya sebagai antiepilepsi. Pada percobaan binatang dapat mencegah kejang yang diinduksi dengan pentilentetrazol; juga terbukti menekan penyebaran aktivitas kejang yang berasal dari foku epileptogen, meskipun tidak menghilangkan aktivitas tersebut. Seperti golongan benzodiazepin lain, mempunyai efek memperkuat ikatan GABA di reseptornya sehingga memperkuat efek inhibisi.
Pada pemberian per oral diabsorbsi dengan cepat dan kadar puncak plasma tercapai dalam 24 jam; sekitar 50% terikat protein plasma. Waktu paruh plasmanya 12 hari, sebagian besar diekskresi melalui urine dalam bentuk metabolit, hanya < 1% yang diekskresi dalam bentuk utuh.
Obat ini telah dicoba dengan hasil baik pada jenis lena, spasmus infantil, jenis miokionik dan akinetik; dan sebagai obat alternatif untuk jenis tonik-kl nik, fokal motor dan parsial kompleks.
Dosis awal 1,5 mg/hari untuk dewasa dan 0,010,03 mg/kgbb/hari untuk anak-anak; dapat dinaikkan setiap 37 hari sebesar 0,5 mg/hari pada dewasa dan sebesar 0,250,5 mg/hari pada anak-anak. Dosis maksimum 20 mg/hari untuk dewasa dan 0,2 mg/kgbb/hari untuk anak-anak.
Efek samping utama ialah mengantuk, lemah dan letargi yang dialami oleh 50% pasien, tetapi cenderung berkurang bila pengobatan diteruskan. Efek samping lain berupa ataksia, hipotoni, disartri, pusing, kadang-kadang menyebabkan gangguan tingkah laku pada anak-anak. Obat ini juga menyebabkan toleransi pada penggunaan lama.
Sediaan dalam bentuk tablet 1 mg. dan 2 mg. (Rivotril®).
8. Diazepam
Termasuk dalam golongan benzodiazepin, hanya digunakan untuk mengatasi kejang karena mula kerjanya yang cepat. Diberikan per rektal atau intravena pada bayi/anak kecil dengan dosis 5 mg untuk bayi/anak dan 10 mg untuk dewasa, dapat diulang setiap 24 jam dengan dosis maksimum 100 mg/24 jam. Efek samping yang perlu diwaspadai ialah depresi pernapasan dan bradikardi.
Akhir-akhir ini ada laporan yang menyatakan bahwa diazepam oral 0,33 mg/kg/bb diberikan tiga kali sehari pada saat demam dapat menurunkan frekuensi bangkitan kejang demam sampai 44%; efek samping yang timbul ialah ataksia, letargi dan iritabilitas.
Tersedia dalam bentuk tablet 2 mg, 5 mg, 10 mg dan bentuk injeksi 10 mg/2 ml, serta rektiol (rectal tube) 5 mg dan 10 mg (Valium®, Stesolid® dan lain-lain).
DILANTIN® (PT. Kimia Farma)
Kandungan : Natrium fenitoina 100 mg/kapsul; 50 mg/ml injeksi.
Indikasi : Mengontrol bangkitan tonik klonik umum (grand mal) dan persila kompleks (psikomotor, lobus temporalis); pencegahan dan perawatan bangkitan yang terjadi selama atau sesudah bedah syaraf; terapi trigeminal neuralgia; antikonvulsan.
Kontra Indikasi : Hipersensitivitas
Efek Samping : Nystagmus, ataksia, pusing, sakit kepala. Gangguan pencernaan, hiperplasia gusi, kelainan darah, kemerahan pada kulit; sindromaSteven Johnson dan toksikepidermal nekrolisis pernah dilaporkan.
Dosis : Anak: 5 mg/kg bb/hari dalam dosis terbagi; dosis maksimum: 300 mg/hari; dosis pemeliharaan: 4-8 mg/kg bb/hari. Anak >6 th dan remaja: 300 mg/hari. Dewasa: Pasien yang belum pernah mendapatkan terapi sebelumnyua, mulai dengan 3x100 mg (300 mg/hari), kemudian dosis dapat disesuaikan keperluan pasien; dosis pemeliharaan: 300-400 mg sehari dalam dosis terbagi, maksikum 600 mg/hari.
LAMICTAL® (PT. Kimia Farma)
Kandungan : Lamotrigina 50 mg; 100 mg/tablet
Indikasi : Monoterapi dan Add-on terapi epilepsy
Dosis : Dewasa : Monoterapi : dosis awal 25 mg sekali sehari
selama 2 minggu diikuti 50 mg sekali sehari selama 2 minggu, dosis pemeliharaan 100-200 mg sehari; Add-on terapi: Tanpa valproat, dosis awal 50 mg sekali sehari selama 2 minggu diikuti 100 mg sekali sehari, dosis pem.eliharaan 200-400 mg dalam 2 dosis bagi; Dengan valproat, dosis awal 12,5 mg sekali sehari diikuti 25 mg selama 2 minggu, dosis pemeliharaan 100-200 mg sekali sehari; Anak 2-12 th: Add-on terapi: Tanpa valproat, dosis awal 2 mg/kg bb/ hah selama 2 minggu diikuti 5 mg/kg bb/hari selama 2 minggu, dosis pemeliharaan 5-15 mg/kg bb/hari; Dengan valproat, dosis awal 0,2 mg/kg bb/hari selama 2 minggu diikuti 0,5 mg/kg bb/hari selama 2 minggu, dosis pemeliharaan 1-5 mg/kg bb/hari.
Kemasan : Dos 3 x 10 tablet 50 mg dan 100 mg
TEGRETOL® (PT. Kimia Farma)
Kandungan :
Karbamazepina 200 mg/tablet; 100 mg/tablet kunyah; 100 mg/5 ml suspensi; CR 200 tablet pelepasan lambat.
Indikasi :
Lihat dosis.
Kontra Indikasi :
Hipersensitivitas, Atrioventricular Block, Riwayat depresi sumsum tulang atau porfiria akut atau berkala. Penggunaan kombinasi dengan penghambat. MAO.
Dosis :
Epilepsi, mulai dengan dosis rendah. Dewasa: 100-200 mg 1 atau 2 x sehari, berangsur-angsur ditingkatkan hingga 2 atau 3 x 400 mg sehari. Anak: 10-20 mg/kg/hari: trigeminal neuralgia, permulaan 200-400 mg sehari, ditingkatkan hingga 3-4 x 200 mg sehari: manic depressive Mines yang berulang kali kambuh yang tak ada respon neuopati: 2-4 x 200 mg sehari.
Kemasan :
- Dos 5x10 tablet
- 5x10 chewable tablet
- 5x10 CR tablet
- Botol 120 ml sirup
KLOBAZAM®
Komposisi:
Tiap tablet mengandung :
Klobazam 10 mg
Tiap tablet mengandung :
Klobazam 10 mg
Farmakologi:
Klobazam termasuk golongan benzodiazepin yang bekerja berdasarkan potensiasi inhibisi neuron dengan asam gama-aminobutirat (GABA) sebagai mediator. Klobazam memiliki efek antikonvulsi, ansiolitik, sedatif, relaksasi otot, dan amnestik.
Klobazam termasuk golongan benzodiazepin yang bekerja berdasarkan potensiasi inhibisi neuron dengan asam gama-aminobutirat (GABA) sebagai mediator. Klobazam memiliki efek antikonvulsi, ansiolitik, sedatif, relaksasi otot, dan amnestik.
Indikasi:
Mengatasi keadaan ansietas dan psikoneurotik yang disertai ansietas.
Mengatasi keadaan ansietas dan psikoneurotik yang disertai ansietas.
Kontraindikasi :
- Pasien yang mengalami depresi sistem saraf pusat (koma).
- Penderita psikotik dan gangguan depresi mental.
- Penderita gangguan pernapasan.
- Reaksi hipersensitif terhadap klobazam.
- Trimester pertama kehamilan.
- Myastehenia gravis.
Dosis :
Dewasa : 20 mg sehari dalam dosis terbagi.
Jika perlu dapat dinaikkan sampai 30 mg/hari.
Untuk kasus berat dosis dapat diberikan samapai 6 tablet sehari.
Orang lanjut usia : 10 – 15 mg sehari dalam dosis terbagi.
Anak ≥ 3 tahun : ½ – 1 tablet sehari dalam dosis terbagi.
Dewasa : 20 mg sehari dalam dosis terbagi.
Jika perlu dapat dinaikkan sampai 30 mg/hari.
Untuk kasus berat dosis dapat diberikan samapai 6 tablet sehari.
Orang lanjut usia : 10 – 15 mg sehari dalam dosis terbagi.
Anak ≥ 3 tahun : ½ – 1 tablet sehari dalam dosis terbagi.
Efek samping :
- Mulut dan tenggorokan kering, disuria, retensi urin, disartria, ataksia, vertigo, pusing, depresi mental, gangguan saluran cerna, takikardia, palpitasi.
- Kegagalan pernapasan dan hipotensi tidak/jarang terjadi pada dosis terapi, tetapi dapat terjadi pada dosis tinggi.
- Pemberian overdosis dapat menyebabkan depresi sistem saraf pusat dan koma.
- Gangguan pernapasan, keletihan, konstipasi, hilang nafsu makan, mual, mengantuk, bingung.
- Reaksi kulit seperti erupsi, urtikaria.
- Penggunaan jangka panjang atau dosis tinggi dapat menyebabkan abnormalitas yang reversibel seperti gangguan bicara, gangguan fungsi motorik, gangguan penglihatan (penglihatan ganda, nistagmus), peningkatan berat badan.
- Berkurangnya libido.
Peringatan dan perhatian :
- Hati-hati pemberian obat ini pada orang lanjut usia atau pasien yang lemah, gagal fungsi ginjal, hati, dan pasien yang sedang menjalani terapi dengan obat sistem depresan.
- Selama minum obat ini dilarang menjalankan mesin atau kendaraan.
- Hindari pemakaian dosis tinggi dan jangka lama, karena dapat menyebabkan toleransi dan ketergantungan fisik.
- Kelemahan otot (myasthenia gravis), spinal atau serebral ataksia dan pada kasus keracunan akut alkohol, zat-zat hipnotik, analgesik, neuroleptik, antidepressan, lithium, pasien dengan kerusakan hati serius (misal cholestatic jaundice) dan pasien dengan sleep apnoea syndrome.
- Klobazam diekskresi melalui air susu ibu. Hentikan pemberian ASI selama pengobatan dengan klobazam.
Interaksi obat :
- Jika klobazam dikombinasi dengan depresan sistem saraf pusat (termasuk antikonvulsan dan alkohol) akan menambah terjadinya depresi sistem saraf pusat.
- Simetidin dapat mengurangi klirens plasma klobazam, meningkatkan waktu paruh dan konsentrasi klobazam.
Kemasan dan Nomor Registrasi:
Kotak, 10 strip @ 10 tablet, GPL9805024310A1
Kotak, 10 strip @ 10 tablet, GPL9805024310A1
HARUS DENGAN RESEP DOKTER
SIMPAN DI TEMPAT KERING, PADA SUHU DI BAWAH 30ÂșC,
TERLINDUNG DARI CAHAYA
TERLINDUNG DARI CAHAYA
Daftar Pustaka
Tjay, T.H.,dan Rahardja, K., 2002. ”Obat-Obat Penting”. Edisi V, PT Elex Media Komputindo, Jakarta.
Ganiswarna, S, G., (1995), “Farmakologi dan Terapi”, Edisi 4, Bagian Farmakologi-Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia, Jakarta.
Machfoed, Hasan Moh., and Muttaqein, Zaenal., 2004. “Review Article and Clinical Experience: Intractable Epilepsy, from Biomolecular Aspects to Surgical Treatment”.,(http://www.journal.unair.ac.id/login/jurnal/filer/J.%20Penelit.%20Med.%20Eksakta%202-2%20Agts%202001%20%5B01%5D.pdf, diakses tanggal 29 November 2007).
Persatuan Epilepsi Malaysia, 2007. ”Jenis-jenis Epilepsi”. (online).(http://www.epilepsy.org.my/bm/what_is.htm diakses tanggal 18 November 2007).
Harsono., 2007. ”Epilepsi”, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Sidharta, Priguna M.D.,Ph. D.1999. “Neurology klinis dalam praktek umum”, Dian Rakyat, Jakarta. Hal 303.
Rashid, Azmi Abd. 2007. “Epilepsi bukan penyakit mental”.
(http://rampaiseri.wordpress.com/2007/09/08/epilepsi-bukan-penyakit-mental/, diakses tanggal 18 November 2007).
The National Society for Epilepsi.2007.”Information on epilepsy: What is epilepsy?”.(http://www.epilepsynse.org.uk/pages/info/leaflets/explaini.cfm, diakses tanggal 18 November 2007).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar