Sabtu, 25 Desember 2010

DIABETES MELLITUS

A. Definisi Diabetes Mellitus
      Diabetes mellitus (Diabetes = penerusan, mellitus = manis madu) disebut juga dengan penyakit gula atau kencing manis adalah gangguan kronis yang bercirikan hiperglikemia (glukosa darah terlampau meningkat). Penyakit ini disebabkan dikarenakan kurangnya hormone insulin dalam tubuh, yang berfungsi memungkinkan glukosa masuk dalam sel untuk dimetabolisir (dibakar) dan dimanfaatkan sebagai sumber energi, mengakibatkan glukosa bertumpuk didalam darah (hiperglikemia) dan akhirnya diekskresikan lewat kemih tanpa digunakan (glycosuria). Penyebab lain adalah menurunnya kepekaan reseptor sel bagi insulin (resistensi insulin) yang diakibatkan makan terlalu banyak dan kegemukan. Rata-rata 1,5-2% dari seluruh penduduk dunia menderita diabetes yang bersifat menurun (familial). Harapan hidup penderita diabetes rata-rata 5-10 tahun.
Pankreas adalah suatu organ yang berbentuk lonjong yang terletak dibelakang lambung dan sebagian dibelakang hati. Didalam pankreas terdapat dua hormone yaitu hormone insulin dan hormone glukagon, dimana hormone insulin berfungsi menaikkan kadar gula dalam darah (hiperglekimia), sedangkan hormone glukagon berfungsi menurunkan kadar gula dalam darah (hipoglekimia).
B. Jenis-Jenis Diabetes Mellitus
      1.  Tipe I, Jenis remaja (Juvenile, DM1)
      Pada tipe ini terdapat dekstruksi dari sel beta pancreas, sehingga tidak memproduksi insulin lagidengan akibat sel-sel tidak bisa menyerap glukosa dari darah. Karena itu kadar glukosa meningkat diatas 10 mmol/l, yakni nilai ambang-ginjal, sehingga glukosa berlebihan dikeluarkan lewat urine bersama banyak air (glycosuria). Dibawah tersebut, glukosa ditahan oleh tubuli ginjal.
      Tipe I mengghinggapi orang-orang dibawah usia 30 tahun dan paling sering dimulai pada usia 10-13 tahun. Insidensinya dinegara barat telah berlipatganda dalam 20-30 tahun terakhir. Karena penderita senantiasa membutuhkan insulin, maka tipe I dahulu juga disebut IDDM (Insulin Dependent Diabetes Mellitus).
  1. Tipe II, jenis dewasa (Maturity Onset, DM2)
Lazimnya mulai diatas 40 tahun dengan insidensi lebih besar pada orang gemuk dan pada usia lebih lanjut. Mereka yang hidupnya makmur, makan terlampau banyak dan kurang gerak badan lebih besar lagi resikonya.
Menurut perkiraan 5-10% dari orang diatas usia 60 tahun mengidap DM2. adalah sangat meresahkan bahwa dewasa ini orang semakin muda dihinggapi penyakit ini. Pada orang afrika terdapat 2 kali lebih banyak pasien diabetes tipe 2 dari pada orang eropa; pada orang asia selatan bahkan rata-rata 4-5 kali lebih banyak .
Mulainya DM2 sangat berangsur-angsur dengan keluhan ringan yang seringkali tak dikenali. Tipe 2 bersifat menyesatkan karena dalam kebanyakan hal baru menjadi manifes dengan tampilnya gejala stadium lanjut. Bahkan, bila sudah terjadi komplikasi misalnya infark jantung atau gangguan penglihatan.
  1. Diabetes Kehamilan (GDM)
Pada wanita hamil dengan penyakit gula regulasi glukosa yang ketat adalah penting sekali untuk menurunkan risiko akan keguguran spontan, cacat-cat dan overweight bayi atau kematian perinatal










C.  Penyebab
Diabetes terjadi jika tubuh tidak menghasilkan insulin yang cukup untuk mempertahankan kadar gula darah yang normal atau jika sel tidak memberikan respon yang tepat terhadap insulin.

Pembentukan insulin

Penderita diabetes mellitus tipe I (diabetes yang tergantung kepada insulin) menghasilkan sedikit insulin atau sama sekali tidak menghasilkan insulin. Sebagian besar diabetes mellitus tipe I terjadi sebelum usia 30 tahun.
Para ilmuwan percaya bahwa faktor lingkungan (mungkin berupa infeksi virus atau faktor gizi pada masa anak-anak atau dewasa awal) menyebabkan sistem kekebalan menghasilkan sel penghancur insulin dipankreas.  Untuk terjadinya hal ini diperlukan kecenderungan genetik. Pada diabetes tipe I, 90% sel penghasil insulin (sel beta) mengalami kerusakan permanen. Terjadi kekurangan insulin yang berat dan penderita harus mendapatkan suntikan insulin secara teratur.
Pada diabetes mellitus tipe II (diabetes yang tidak tergantung kepada insulin, NIDDM), pankreas tetap menghasilkan insulin, kadang kadarnya lebih tinggi dari normal. Tetapi tubuh membentuk kekebalan terhadap efeknya, sehingga terjadi kekurangan insulin relatif.
Diabetes tipe II bisa terjadi pada anak-anak dan dewasa, tetapi biasanya terjadi setelah usia 30 tahun. Faktor resiko untuk diabetes tipe II adalah obesitas,/I>, 80-90% penderita mengalami obesitas. Diabetes tipe II juga cenderung diturunkan.
Penyebab diabetes lainnya adalah:
-  Kadar kortikosteroid yang tinggi
-  Kehamilan (diabetes gestasional)
-  Obat-obatan
-  Racun yang mempengaruhi pembentukan atau efek dari insulin.





D.  Gejala-Gejala Diabetes
Gejala awalnya berhubungan dengan efek langsung dari kadar gula darah yang tinggi. Jika kadar gula darah sampai diatas 160-180 mg/dL, maka glukosa akan sampai ke air kemih. Jika kadarnya lebih tinggi lagi, ginjal akan membuang air tambahan untuk mengencerkan sejumlah besar glukosa yang hilang. Karena ginjal menghasilkan air kemih dalam jumlah yang berlebihan, maka penderita sering berkemih dalam jumlah yang banyak (poliuri).
Akibat poliuri maka penderita merasakan haus yang berlebihan sehingga banyak minum (polidipsi). Sejumlah besar kalori hilang ke dalam air kemih, penderita mengalami penurunan berat badan. Untuk mengkompensasikan hal ini penderita seringkali merasakan lapar yang luar biasa sehingga banyak makan (polifagi).
Gejala lainnya adalah pandangan kabur, pusing, mual dan berkurangnya ketahanan selama melakukan olah raga. Penderita diabetes yang kurang terkontrol lebih peka terhadap infeksi.
Karena kekurangan insulin yang berat, maka sebelum menjalani pengobatan penderita diabetes tipe I hampir selalu mengalami penurunan berat badan. Sebagian besar penderita diabetes tipe II tidak mengalami penurunan berat badan.
Pada penderita diabetes tipe I, gejalanya timbul secara tiba-tiba dan bisa berkembang dengan cepat ke dalam suatu keadaan yang disebut dengan ketoasidosis diabetikum.
Kadar gula di dalam darah adalah tinggi tetapi karena sebagian besar sel tidak dapat menggunakan gula tanpa insulin, maka sel-sel ini mengambil energi dari sumber yang lain. Sel lemak dipecah dan menghasilkan keton, yang merupakan senyawa kimia beracun yang bisa menyebabkan darah menjadi asam (ketoasidosis). Gejala awal dari ketoasidosis diabetikum adalah rasa haus dan berkemih yang berlebihan, mual, muntah, lelah dan nyeri perut (terutama pada anak-anak). Pernafasan menjadi dalam dan cepat karena tubuh berusaha untuk memperbaiki keasaman darah. Bau nafas penderita tercium seperti bau aseton.
Tanpa pengobatan, ketoasidosis diabetikum bisa berkembang menjadi koma, kadang dalam waktu hanya beberapa jam.
Bahkan setelah mulai menjalani terapi insulin, penderita diabetes tipe I bisa mengalami ketoasidosis jika mereka melewatkan satu kali penyuntikan insulin atau mengalami stres akibat infeksi, kecelakaan atau penyakit yang serius.
Penderita diabetes tipe II bisa tidak menunjukkan gejala-gejala semala beberapa tahun. Jika kekurangan insulin semakin parah, maka timbullah gejala yang berupa sering berkemih dan sering merasa haus. Jarang terjadi ketoasidosis. Jika kadar gula darah sangat tinggi (sampai lebih dari 1.000 mg/dL, biasanya terjadi akibat stres-misalnya infeksi atau obat-obatan), maka penderita akan mengalami dehidrasi berat, yang bisa menyebabkan kebingungan mental, pusing, kejang dan suatu keadaan yang disebut koma hiperglikemik-hiperosmolar non-ketotik.
E.   Komplikasi Diabetes Mellitus
Lama-lama peningkatan kadar gula darah bisa merusak pembuluh darah, saraf dan struktur internal lainnya. Terbentuk zat kompleks yang terdiri dari gula di dalam dinding pembuluh darah, sehingga pembuluh darah menebal dan mengalami kebocoran. Akibat penebalan ini maka aliran darah akan berkurang, terutama yang menuju ke kulit dan saraf.
Kadar gula darah yang tidak terkontrol juga cenderung menyebabkan kadar zat berlemak dalam darah meningkat, sehingga mempercepat terjadinya aterosklerosis (penimbunan plak di dalam pembuluh darah). Aterosklerosis ini 2-6 kali lebih sering terjadi pada penderita diabetes.
 Sirkulasi yang jelek melalui pembuluh darah besar dan kecil bisa melukai jantung, otak, tungkai, mata, ginjal, saraf dan kulit dan memperlambat penyembuhan luka. Karena hal tersebut diatas, maka penderita diabetes bisa mengalami berbagai komplikasi jangka panjang yang serius. Yang lebih sering terjadi adalah serangan jantung dan stroke.
Kerusakan pembuluh darah mata bisa menyebabkan gangguan penglihatan (retinopati diabetikum. Kelainan fungsi ginjal menyebabkan gagal ginjal sehingga penderita harus menjalani dialisa.
Gangguan pada saraf dapat bermanifestasi dalam beberapa bentuk.
Jika satu saraf mengalami kelainan fungsi (mononeuropati), maka sebuah lengan atau tungkai biasa secara tiba-tiba menjadi lemah.
Jika saraf yang menuju ke tangan, tungkai dan kaki mengalami kerusakan (polineuropati diabetikum), maka pada lengan dan tungkai bisa dirasakan kesemutan atau nyeri seperti terbakar dan kelemahan. Kerusakan pada saraf menyebabkan kulit lebih sering mengalami cedera karena penderita tidak dapat meradakan perubahan tekanan maupun suhu. Berkurangnya aliran darah ke kulit juga bisa menyebabkan ulkus (borok) dan semua penyembuhan luka berjalan lambat. Ulkus di kaki bisa sangat dalam dan mengalami infeksi serta masa penyembuhannya lama sehingga sebagian tungkai harus diamputasi.
Penelitian terakhir menunjukkan bahwa komplikasi diabetes dapat dicegah, ditunda atau diperlambat dengan mengontrol kadar gula darah.




Komplikasi jangka panjang dari diabetes
Organ/jaringan yg terkena
Yg terjadi
Komplikasi
Pembuluh darah
Plak aterosklerotik terbentuk & menyumbat arteri berukuran besar atau sedang di jantung, otak, tungkai & penis.
Dinding pembuluh darah kecil mengalami kerusakan sehingga pembuluh tidak dapat mentransfer oksigen secara normal & mengalami kebocoran
Sirkulasi yg jelek menyebabkan penyembuhan luka yg jelek & bisa menyebabkan penyakit jantung, stroke, gangren kaki & tangan, impoten & infeksi
Mata
Terjadi kerusakan pada pembuluh darah kecil retina
Gangguan penglihatan & pada akhirnya bisa terjadi kebutaan
Ginjal
  Penebalan pembuluh darah ginjal
  Protein bocor ke dalam air kemih
  Darah tidak disaring secara normal
Fungsi ginjal yg buruk
Gagal ginjal
Saraf
Kerusakan saraf karena glukosa tidak dimetabolisir secara normal & karena aliran darah berkurang
  Kelemahan tungkai yg terjadi secara tiba-tiba atau secara perlahan
  Berkurangnya rasa, kesemutan & nyeri di tangan & kaki
  Kerusakan saraf menahun
Sistem saraf otonom
Kerusakan pada saraf yg mengendalikan tekanan darah & saluran pencernaan
Tekanan darah yg naik-turun
  Kesulitan menelan & perubahan fungsi pencernaan disertai serangan diare
Kulit
Berkurangnya aliran darah ke kulit & hilangnya rasa yg menyebabkan cedera berulang
  Luka, infeksi dalam (ulkus diabetikum)
  Penyembuhan luka yg jelek
Darah
Gangguan fungsi sel darah putih
Mudah terkena infeksi, terutama infeksi saluran kemih & kulit
Jaringan ikat
Gluka tidak dimetabolisir secara normal sehingga jaringan menebal atau berkontraksi
  Sindroma terowongan karpal Kontraktur Dupuytren

F.   Diagnosa Diabetes Mellitus
Diagnosis diabetes ditegakkan berdasarkan gejala- gejalanya (polidipsi, polifagi, poliuri) dan hasil pemeriksaan darah yang menunjukkan kadar gula darah yang tinggi.
Untuk mengukur kadar gula darah, contoh darah biasanya diambil setelah penderita berpuasa selama 8 jam atau bisa juga diambil setelah makan.
                  Pada usia diatas 65 tahun, paling baik jika pemeriksaan dilakukan setelah berpuasa karena setelah makan, usia lanjut memiliki peningkatan gula darah yang lebih tinggi.
Pemeriksaan darah lainnya yang bisa dilakukan adalah tes toleransi glukosa. Tes ini dilakukan pada keadaan tertentu, misalnya pada wanita hamil.
 Penderita berpuasa dan contoh darahnya diambil untuk mengukur kadar gula darah puasa. Lalu penderita meminum larutan khusus yang mengandung sejumlah glukosa dan 2-3 jam kemudian contoh darah diambil lagi untuk diperiksa.
G.  Penanganan Diabetes
Ada dua macam jenis terapi yaitu terapi farmakologi dan terapi non farmakologi. Dimana pada terapi farmakologi menggunakan obat-obatan contohnya insulin, sedangkan pada terapi non farmakologi dengan cara menurunkan berat badan, menjaga berat badan, olah raga dimana akan menurunkan kadar gula dalam darah, serta berhenti merokok. Terapi lain yang digunakan ada 3 macam yaitu :
1.    Terapi sintomatik
            Menghilangkan gejala-gejala penyakit yang ada dalam tubuh manusia.
2.   Terapi kausal
            Membunuh seluruh mikroorganisme yang ada dalam tubuh dengan menggunakan antibiotik.
3.   Terapi substitusi
            Terapi yang lazim dibuat untuk menggantikan suatu zat yang ada dalam tubuh. 
H.  Penggolongan obat diabetes mellitus
      a.   Sufonilurea
                     Obat yang berbentuk tablet ini bekerja dengan menstimulasi sel-sel beta dalam pankreas untuk memproduksi lebih banyak insulin. Obat ini juga membantu sel-sel dalam tubuh menjadi lebih baik dalam mengelola insulin. Pasien yang paling baik merespon sulfonylurea adalah pasien DM tipe 2 berusia di bawah 40 tahun, dengan durasi penyakit kurang dari lima tahun sebelum pemberian obat pertama kali, dan kadar gula darah saat puasa kurang dari 300 mg/dL (16,7 mmol/L).
Adapun beberapa nama dagang dari jenis obat ini antara lain: Diabinese, Daonil/ Euglocon, Diamicron, Gilbenese/ Minodia, Glurenom, Tolanase, Rastinon.
Obat ini sebaiknya diberikan 20-30 menit sebelum makan. Beberapa jenis obat yang mengandung sulfonylurea antara lain Tolbutamid (Rastinon), Klorpropamida (Diabinese), Glikazida (Diamicron), Glimepirida  (Amaryl), Glibenklamid (Daonil, Euglucon), Glipizida (Aldiab, Glibinese), Glikidon (Glurenorm).
Kebanyakan pasien bisa menerima sulfonylurea dengan baik selama 7 hingga 10 tahun sebelum efektifitasnya menurun. Untuk meningkatkan manfaatnya, sulfonylureas bisa dikombinasikan dengan insulin dalam jumlah kecil atau dengan obat diabetes lain seperti metformin atau thiazolidinedione.
Sulfonylurea sebaiknya tidak diberikan pada wanita hamil atau menyusui, dan pasien-pasien yang elergi terhadap obat golongan sulfa. Efek samping utama obat ini adalah kenaikan berat badan, dan retensi air. Meskipun sulfonylurea memiliki risiko hipoglikemia lebih rendah dibandingkan insulin, namun hipoglikemia yang diakibatkan sulfonylureas bisa berlangsung lama dan berbahaya. Sulfonylureas jenis baru seperti glimipiride, memperlihatkan risiko hipoglikemia hanya sepersepuluh dibandingkan sulfonylureas terdahulu. Beberapa pasien juga dilaporkan mendapat risiko-meski kecil—gangguan pada jantung.
Sulfonylureas berinteraksi dengan banyak sekali jenis obat, sehingga pasien perlu ditanya obat-obat apa saja yang mereka konsumsi termasuk obat-obatan alternatif.
Monografi Obat golongan Sulfonilerea
1.    Glibenklamid
Nama Paten :
Daonil, Euglucon
Indikasi:
Diabetes militus pada orang dewasa, tanpa komplikasi yang tidak responsif dengan diet saja.
Kontraindikasi:
Glibenklamida tidak boleh diberikan pada diabetes mellitus juvenil, prekoma dan koma diabetes, gangguan fungsi ginjal berat dan wanita hamil. Gangguan fungsi hati, gangguan berat fungsi tiroid atau adrenal. Ibu menyusui: Diabetes militus dan komplikasi (demam, trauma, gangren), pasien yang mengalami operasi.
Komposisi:
Tiap kaptab mengandung glibenklamida 5 mg.
Cara Kerja Obat:
Glibenklamida adalah hipoglikemik oral derivat sulfonil urea yang bekerja aktif menurunkan kadar gula darah. Glibenklamida bekerja dengan merangsang sekresi insulin dari pankreas. Oleh karena itu glibenklamida hanya bermanfaat pada penderita diabetes dewasa yang pankreasnya masih mampu memproduksi insulin. Pada penggunaan per oral glibenklamida diabsorpsi sebagian secara cepat dan tersebar ke seluruh cairan ekstrasel, sebagian besar terikat dengan protein plasma. Pemberian glibenklamida dosis tunggal akan menurunkan kadar gula darah dalam 3 jam dan kadar ini dapat bertahan selama 15 jam. Glibenklamida diekskresikan bersama feses dan sebagai metabolit bersama urin.
Dosis:
Dosis awal 1 kaptab sehari sesudah makan pagi, setiap 7 hari ditingkatkan dengan 1/2 - 1 kaptab sehari sampai kontrol metabolit optimal tercapai. Dosis awal untuk orang tua 2.5 mg/hari.
Dosis tertinggi 3 kaptab sehari dalam dosis terbagi.
Peringatan dan Perhatian:
-     Pada keadaan stress, terapi dilakukan harus dengan insulin.
- Hati-hati bila diberikan pada orang yang lanjut usia.
Efek Samping:
Kadang-kadang terjadi gangguan saluran cerna seperti: mual, muntah dan nyeri epigastrik. Sakit kepala, demam, reaksi alergi pada kulit.
Interaksi Obat:
-     Efek hipoglikemia ditingkatkan oleh alkohol, siklofosfamid, antikoagulan kumarina, inhibitor MAO, fenilbutazon, penghambat beta adrenergik, sulfonamida.
-     Efek hipoglikemia diturunkan oleh adrenalin, kortikosteroid, tiazida.
Cara Penyimpanan:
Simpan pada suhu kamar (di bawah 30 derajat Celcius) dan tempat kering.
Kemasan:
Glibenklamida 5 mg kaptab, botol 100 kaptab.
Glibenklamida 5 mg kaptab, kotak 10 strip @ 10 kaptab.
Glibenklamida 5 mg kaptab, kotak 10 blister @ 10 kaptab.
Pabrik :
Indofarma
            2.   Klorpropamida
                  Nama paten :
                  Diabinese
                  Komposisi :
                  Klorpropamida 100 mg; 250 mg
                  Indikasi :
                  Diabetes mellitus tanpa komplikasi tipe non ketotik ringan, sedang, dan parah.
                  Kontraindikasi :
Diabetes mellitus tipe remaja dan pertumbuhan, diabetes parah atau tidak stabil, diabetes terkomplikasi dengan ketosis dan asidosis, koma diabetik.
Efek samping :
Erupsi kulit, eritema multiform, dermatitis eksfoliatif
Dosis :
Perhari, penderita setengah usia dalam keadaan setengah parah  atau sedikit parah, mula-mula 250 mg, penderita lebih tua dimulai dengan dosis 100-125 mg, pemeliharaan, penderita setengah umur dalam keadaan setengah parah, biasanya cukup 250 mg; diabetes lebih ringan membutuhkan 100 mg atau lebih kecil
Kemasan :
Dos 100 tablet 100 mg Rp. 92.895 ; 250 mg Rp. 183.505
Pabrik :
Pfizer
            3.   Gliklazida
                  Nama paten :
                  Diamicron, Glibet
           
                  Komposisi :
                  Glikazida 80 mg
                  Indikasi :
                  Diabetes mellitus tipe 2, pasien dewasa tidak responsif dengan pembatasan makanan (diet)
                  Kontraindikasi :
Diabetes mellitus tipe 1, diabetes mellitus dengan penyakit ketoasidosis, koma diabetikum, operasi besar, infeksi berat, trauma berat, disfunsi berat hati dan ginjal, kehamilan, menyusui, hipersensitivitas terhadap sulfonilurea, pra komadiabetikum, neonatus, dan anak-anak

Efek samping :
Mual, sakit kepala, kemerahan dikulit, gangguan saluran cerna, hipoglikemia dan reaksi hipersensitivitas.
Dosis :
Tunggal tidak lebih dari 160 mg dan bila bila diperlukan dosis lebih besar dianjurkan dosis 2 x sehari sewaktu makan, 1 tablet waktu makan pagi dan 1 tablet waktu makan malam; dosis total sehari 40-320 mg
Kemasan :
Dos 6x10 tablet Rp. 42.000
            4.   Glimepirida
                  Nama paten :
                  Amaryl     
                  Komposisi :
                  Glimepirida 1 mg; 2 mg; 3 mg; 4 mg
                  Indikasi :
                  Diabetes mellitus tipe 2.
                  Kontraindikasi :
Diabetes mellitus tergantung insulin tipe I, diabetik ketoadosis, prekoma atau koma diabetes, hipersensitivitas terhadap glimepirida, sulfonilurea lain, sulfonamida lain; wanita hamil dan menyusui.
Efek samping :
Hipoglikemia, gangguan penglihatan
Dosis :
Dosis awal: 1x sehari 1 mg; peningkatan dosis tergantung kadar gula darah penderita
Kemasan :
(HNA+) Dos 5 x 10 tablet 1 mg Rp. 109.673 ; 5 x 10 tablet 2 mg Rp.199.920 ; 5 x10 tablet 3 mg Rp.263.792; 3x 10 tablet 4 mg Rp. 180.485
Pabrik :
Aventis
            5.   Glipizida
                  Nama paten :
                  Aldiab, Glibinese, Glucotrol
                  Komposisi :
                  Glipizid GITS 10 mg
                  Indikasi :
                  Untuk kontrol hiperglisemia dan simptomatologi dikaitkan dengan hiperglisemia pada pasien dengan siabetes mellitus tipe 2.
                  Kontraindikasi :
Hipersensitivitas, diabetes tipe I dan insufisiensi hati dan ginjal yang parah.
Efek samping :
Hipoglisemia, erupsi mukokutis, gangguan saluran cerna, gangguan hati, reaksi hematologi.
Dosis :
Dosis awal: 5 mg sehari selagi sarapan; pasien geriatrik; 5 mg sehari; pengaturan dosis hendaknya disertai dengan uji laboratorium untuk pengendalian glisemia.
Kemasan :
Botol 30 tablet 5 mg Rp. 105.635; 10 mg Rp.105.635
Pabrik :
Pfizer
            6.   Glikidon
                  Nama paten :
                  Glurenorm
                  Komposisi :
                  Glikuidon 30 mg
                  Indikasi :
                  Diabetes mellitus usia lanjut dan setengah umur.
                  Kontraindikasi :
Diabetes mellitus remaja dan masa pertumbuhan, koma dan prakoma diabetik, diabetes disertai asidosis, wanita hamil.

Efek samping :
Kadang-kadang timbul reaksi hipoglikemik, reaksi alergi pada kulit, dan gangguan pada saluran cerna.
Dosis :
Dosis awal: ½ tablet (15 mg) pada waktu makan pagi; dosis harian lebih dari  tablet (120 mg) tidak selalu memberikan perbaikan.
Kemasan :
(HET) dos 100 tablet 30 mg Rp.229.075
Pabrik :
Boehringer Ingelheim
            7.   Tolbutamida
                  Nama paten :
                  Rastinon, Recodiabet Global
                  Komposisi :
                  Tolbutamida 500 mg
                  Indikasi :
                  NIDDM ringan-sedang.
                  Kontraindikasi :
Diabetes mellitus tipe remaja dan pertumbuhan, diabetes parah atau tidak stabil, diabetes terkomplikasi dengan ketosis dan asidosis, koma diabetik.

Efek samping :
Erupsi kulit, eritema multiform, dermatitis eksfoliatif
Dosis :
Permulaan 1 dd 0,5 g pada waktu makan (guna menghinari iritasi lambung), bila perlu dinaikkan setiap minggu sampai maksimal 2 dd 1 g. Dosis diatas 2 g/hari diperkirakan tak ada gunanya.
b.   K-Channel Blockers
Meglitinida juga termasuk jenis obat diebetes yang bekerja dengan menstimulasi sel-sel beta di pankreas untuk memproduksi insulin. Yang termasuk golongan Meglitinides adalah repaglinida (Prandin), nateglinida (Starlix), dan mitiglinida.
Mekanisme aksi dan profil efek samping repaglinida hampir sama dengan sulfonylurea. Agen ini memiliki onset yang cepat dan diberikan saat makan, dua hingga empat kali setiap hari. Repaglinida bisa sebagai pengganti bagi pasien yang menderita alergi obat golongan sulfa yang tidak direkomendasikan sulfonylurea. Obat ini bisa digunakan sebagai monoterapi atau dikombinasikan dengan metformin. Harus diberikan hati-hati pada pasien lansia dan pasien dengan gangguan hati dan ginjal.
Efek samping umum golongan meglinitide adalah diare dan sakit kepala. Sama dengan sulfnylurea, repaglinida memilki risiko pada jantung. Jenis yang lebih baru, seperti nateglinida, memiliki risiko sama namun lebih kecil.
Monografi Obat golongan K-Channel Blockers
1.    Repaglinida
Nama Paten :
                  Novonorm
                  Komposisi :
                  Repaglinid 0,5 mg; 1 mg; 2mg
Indikasi:
Diabetes mellitus tipe 2 yang tidak terkontrol dengan diet dan olah raga; kombinasi dengan metformin; hipoglikemia lain.
Kontraindikasi:
Hipersensitivitas, ibu hamil dan menyusui, diabetes mellitus tipe I, diabetes ketoadosis, gangguan fungsi hati dan ginjal parah.
Efek samping :
Hipoglikemia; kejadian efek tak diinginkan tidak berbeda dari yang teramati pada insulin sekretagok oral lain.
Dosis :
Dosis awal : 0,5 mg setiap sebalum makan; pasien pindahan dari obat anti diabetes oral lain, dosis awal 1 mg setiap sebelum makan; dosis maksimum sekali pemberian 4 mg setiap sebelum makan; total dosis maksimum sehari tidak boleh melebihi 16 mg.
Kemasan :
Dos 6x15 tablet 0,5 mg Rp. 148.500; 6x15 tablet 1 mg Rp. 189.000; 6x15 tablet 2 mg Rp. 270.000
Pabrik :
Dexa medica
c.   Biguanida
Jenis obat ini telah digunakan lebih dari 50 tahun, dan yang dikenal antara lain metformin. Obat ini mampu mengurangi penyerapan zat gula dari usus dan mempunyai pengaruh yang rumit pada hati. Karena itu mereka yang punya masalah dengan hati tidak boleh makan obat ini. Penderita dengan gangguan ginjal sebaiknya juga tidak mengkonsumsi obat ini.
Namun yang lebih hati-hati lagi adalah penggunaan metformin pada gangguan hati berat dan hipoksemia, dan pecandu alkohol berat maupun sedang. Pada pasien-pasien ini, metformin bisa menyebabkan asidosis laktat, suatu kondisi yang pada 50 persen pasien bisa fatal.
Tak perlu khuatir jika tingkat gula darah menjadi turun drastis setelah minum metformin, karena obat ini tidak merangsang dikeluarkannya insulin. Biasa diberikan pada orang dengan berat badan lebih, karena mencegah rasa lapar dan tidak menambah berat badan.
Efek samping obat ini antara lain; masalah pada gastrointestinal termasuk neusa dan diare. Metformin juga mengurangi penyerapan vitamin B1 dan asam folat, yang sangat penting mencegah gangguan jantung. Ada laporan ditemukannya asidosis laktat, kondisi yang berpotensi mengncam jiwa, khususnya pada mereka yang memiliki faktor risiko. Namun analisis kesluruhan menyebutkan tidak ada risiko metformin yang lebih besar dibandingkan obat diabetes tipe 2 lain.
Monografi Obat golongan Biguanida
1.    Metformin
Nama Paten :
                  Gluchopage. Diabex
                  Komposisi :
                  Metformin HCl 500 mg/tablet; 850 mg/tablet forte
Indikasi:
Terapi diabetes  orang dewasa yang tidak terkontrol dengan memuaskan oleh diet dan obat lain, pengobatan utama dan tambahan, pengobatan tunggal atau kombinasi dengan insulin atau sulfonilurea .
Kontraindikasi:
Koma diabetik dan ketoasidosis, gangguan fungsi ginjal yang serius, penyakit hati kronis, kegagalan jantung, miokardial infark, alkoholism, keadaan penyakit kronik atau akut berkaitan dengan hipoksia jaringan, keadaan berhubungan dengan laktat asidosis, hipersensitivitas terhadap biguanida, komplikasi akut diabetes mellitus dimana insulin tidak dapat diberikan, riwayat asidosis.
Efek samping :
Efek samping bersifat reversible pada saluran cerna termasuk anoreksia, gangguan perut, mual, muntah, rasa logam pada mulut dan diare. Dapat menyebabkan asidosis laktat tetapi kematian akibat insiden ini lebih rendah 10 - 15 kali dari fenformin dan lebih rendah dari kasus hipoglikemia yang disebabkan oleh glibenklamid/sulfonilurea. Kasus asidosis laktat dapat dibati dengan natrium bikorbonat. Kasus individual dengan metformin adalah anemia megaloblastik, pneumonitis, vaskulitis.
Dosis :
3 x sehari 1 tablet atau 2 x sehari 1 tablet forte.
Kemasan :
(HNA+) Dos 10x10 tablet Rp. 91.300; 10x10 tablet forte Rp. 137.500; 120 tablet XR 500 mg Rp.158.400
Pabrik :
Merk


d.   Alpha-Glucosidase Inhibitors
Alpha-glucosidase inhibitor, termasuk di dalamnya acarbose (Precose, Glucobay) dan miglitol (Glyset) memilki cara kerja mengurangi kadar glukosa dengan menginterfensi penyerapan sari pati dalam usus.
Acarbose cenderung menurunkan kadar insulin setelah makan, yang merupakan keuntungan khusus obat ini, karena kadar insulin yang tinggi setelah makan berkaitan dengan pengingkatan risiko penyakit jantung.
Studi tahun 2002 juga menemukan bahwa obat ini kemungkinan bisa menunda datangnya diabetes tipe 2 pada orang risiko tinggi. Alpha-glucosidase inhibitor tidak seefektif obat lain bila digunakan sebagai terapi tunggal. Namun bila digunakan secara kombinasi, misalnya dengan metformin, insulin, atau sulfonylurea, bisa meningkatkan efektivitasnya.
Efek samping yang paling sering dikeluhkan adalah produksi gas dalam perut dan diare, khususnya setelah konsumsi makanan tinggi kandungan karbohidrat yang menyebabkan sepertiga pasien berhenti menggunakan obat ini. Medikasi obat ini dilakukan saat makan. Obat ini juga kemungkinan mempengaruhi penyerapan zat besi.

Monografi Obat golongan Penghambat-Glucosidase
1.    Akarbose
Nama Paten :
                  Glucobay
                  Komposisi :
                  Akarbose 50 mg; 100 mg
Indikasi:
Terapi penambah untuk diet penderita diabetes mellitus
Kontraindikasi:
Hipersensitivitas, ganggusn intestinal kronis berkaitan dengan absorbsi dan pencernaan, gangguan ginjal berat, kehamilan dan laktasi.
Perhatian:
Penigkatan enzim hati
Efek samping :
Gangguan pencernaan seperti kembung, diare, nyeri saluran cerna.
Dosis :
Tergantung respon pasien, biasanya diawali dnegan 50 mg kemudian ditingkatkan hingga 100-200 mg, 3 x sehari dosis apat ditingkatan setelah 4-8 minggu.

Kemasan :
Dos 5x10 tablet 50 mg Rp. 58.800; 5 x 10 tablet 100 mg Rp. 94.200
Pabrik :
Bayer
e.   Thiazolidindion
Thiazolidinedione (sering juga disebut TZDs atau glitazone) berfungsi memperbaiki sensitivitas insulin dengan mengaktifkan gen-gen tertentu yang terlibat dalam sintesa lemak dan metabolisme karbohidrat. Thiazolidinedione tidak menyebabkan hipoglikemia jika digunakan sebagai terapi tunggal, meskipun mereka seringkali diberikan secara kombinasi dengan sulfonylurea, insulin, atau metformin.
   Beberapa studi menunjukkan thiazolidinediones mengakibatkan berbagai efek baik pada jantung, termasuk penurunan tekanan darah dan peningkatan trigliserida dan kadar kolesterol (termasuk peningkatan kadar HDL, yang dikenal sebagi kolesterol baik). Obat ini juga meredam molekul yang disebut 11Best HSK-1 yang berperan penting pada sindrom metabolik (kondisi pre diabetes, termasuk tekanan darah tinggi dan obesitas) dan diabetes melitus tipe 2.
Rosiglitazone (Avandia) dan pioglitazone (Actos) adalah obat dari golongan thiazolidinedione yang sudah disetujui. Salah satu studi meyakini rosiglitazone bisa memperbaiki fungsi sel beta dan membantu mencegah progresivitas diabetes. Tetapi, di balik manfaatnya yang besar, efek samping obat golongan ini pun mengkhawatirkan.
Thiazolidinediones bisa menyebabkan anemia dan bersama obat diabetes oral lainnya bisa menaikkan berat badan meski masih dalam skala moderat. Obat ini juga meningkatkan risiko peningkatan cairan yang akan memperburuk gagal jantung. Faktanya, troglitazone (Rezulin), agen pertama golongan ini ditarik dari pasaran setelah ditemukan laporan gagal jantung, gagal hati, dan kematian. Tetapi thiazolidinedione saat ini tidak menunjukkan efek yang sama pada hati meskipun ada beberapa laporan liver injury.
Pasien yang mendapat thiazolidinedione harus dimonitor secara teratur menyusul studi tahun 2002 yang menemukan insiden cukup tinggi gagal jantung pada pasien yang menggunakan obat ini. Meski studi ini tidak dibuktikan dengan relasi penyebab dan ada dugaan temuan gagal jantung terjadi pada pasien yang memang sudah mengidapnya, namun studi lebih lanjut tetap diperlukan. Beberapa pasien yang mengalami kenaikan berat badan dengan cepat, retensi cairan, atau napas pendek harus dipantau lebih ketat. Obat jenis ini belum diteliti secara intensif dan para ahli meyakni seharusnya tidak digunakan secara rutin untuk manajemen diabetes melitus tipe 2, hanya dalam konteks studi klinis.
Monografi Obat golongan Tiazolidindion
1.    Pioglitazon
Nama Paten :
                  Actos takeda pharmaceutical
                  Komposisi :
                  Pioglitazon 15 mg; 30 mg
Indikasi:
Hiperglikemia
Kontraindikasi:
Hipersensitivitas terhadap pioglitazon
Efek samping :
Udem, sakit kepala, hipoglikemia, mialgia, faringitis, sinusitis, gangguan gigi, infeksi saluran pernapasan atas.
Peringatan :
Hentikan terapi jika ditemukan gangguan hati, gangguan jantung, kehamilan.
Interaksi :
Alovartastin dan ketokonazol mempengaruhi pioglitazon dan pioglitazon mempengaruhi atorvastatin, midazolam, nifedipine, kontrasepsi oral.
Dosis :
1 dd 15-30 mg a.c atau p.c.
2.    Rosiglitazon
Nama Paten :
                  Avandia Glaxo Smith Kline
                  Komposisi :
                  Rosiglitazon
Indikasi:
Hiperglikemia
Kontraindikasi:
Hipersensitivitas terhadap rosiglitazon
Efek samping :
Nyeri punggung, sakit kepala, hiperglikemia, luka, sinusitis, anemia, ketika digunakan bersamaan dengan metformin, udem ketika digunakan bersamaan dengan insulin.
Peringatan :
Hentikan terapi jika ditemukan gangguan hati, gangguan jantung, kehamilan.
Dosis :
Bersama metformin atau sulfonilurea, 1-2 dd  4 mg a.c atau p.c
Pabrik :
Smithkline Beckham
DAFTAR PUSTAKA

Ganiswara, S., (ed.), 1995, Farmakologi dan Terapi, ed. 4, Bagian Farmakologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia, Jakarta, 467 – 481

Katzung, B.G., 2001, Farmakologi Dasar dan Klinik, Buku 2, diterjemahkan oleh Dripa Sjabana, dkk., Salemba Medika, Jakarta, 671 – 709

ISFI, 2006, Ilmu Spesialite Obat, Penerbit Ikatan Sarjana Farmasi, Jakarta.

Mycek, M.J., Harvey, R.A., dan Champe, P.C., 2001, Farmakologi Ulasan Bergambar, ed. 2, Terjemahan Azwar Agoes, Widya Medika, Jakarta, 259 – 266

Tjay, Tan Hoan., 2002., Obat-Obat Penting., PT.Elex Media Komputindo; Jakarta.

http //www.medicastore.com
http //www.dechacare.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar